Bangkitlah Umat Muslimin Indonesia. |
Celakanya kegiatan yang menjebak kreativitas ini terus berulang setiap 5 tahun. Bukan hanya pada hari H perhitungan suara itu saja yang menyita begitu banyak sumberdaya yang kita miliki, tetapi juga berbulan-bulan sebelum dan sesudahnya bahkan mungkin bisa menahun.
Mungkin waktunya kita berfikir ulang ketika masyarakat diluar sana sudah bisa menghitung begitu canggih segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan baru diluar angkasa, masa iya kita justru masih begitu banyak memboroskan energi, dana dan bahkan hubungan sosial hanya karena sesuatu yang rutinitas 5 tahun ini.
Bayangkan sekarang kalau kita merespon tantangan Al Qur'an untuk suatu masa yang bahkan sudah diprediksi lebih dari 1400 tahun lalu tersebut diatas, kita mestinya sudah akan mahir mengelola bukan hanya bumi ini tetapi juga angkasa luar. Tidak menjadi masalah misalnya kalau kita tidak nyaman tinggal di bumi ini karena satu dan lain hal, toh kita bisa tinggal dimana pun di alam semesta ini yang telah ditundukkan oleh Allah untuk kita.
Setidaknya kita bisa menemukan 2 ayat yang menantang kita bukan hanya untuk berfikir jauh kedepan, tetapi juga berfikir jauh keluar dari kungkungan bumi kita. 2 ayat tersebut adalah sebagai berikut: "Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah)" (QS Ar Rahman: 33) dan "Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berfikir." (QS Al Jasiyah: 13).
Pesan dari 2 ayat tersebut sangat jelas, yaitu kita disuruh berfikir keras dan membangun kekuatan untuk bisa mengelola langit dan bumi sekaligus. Tetapi bagaimana kita bisa mengelola langit, bila mengelola bumi pun kita terus kisruh tidak kunjung usai. Memang tentu yang berdebat tentang perhitungan-perhitungan pemilihan suara hanyalah segelintir orang dari dua kubu di negeri ini, tetapi dampaknya sungguh merata keseluruh penjuru negeri.
Tontonan apa yang disaksikan oleh keluarga kita dan anak-anak kita setiap hari di televisi, media masa dan media sosial, sungguh begitu banyak menyita perhatian dan konsentrasi kita semua. Saya membayangkan alangkah indahnya kalau perdebatan-perdebatan di televisi, media masa dan media sosial diisi oleh perbedaan-perbedaan pemikiran ilmiah dan penguasaan teknologi yang memungkinkan kita dapat melaksanakan fungsi kita sebagai khalifah di bumi yang juga menguasai langit sebagai mana diisyaratkan di dua ayat tersebut diatas.
Bila perdebatan tentang ilmu dan teknologi ini yang kita hadirkan pada generasi milenial dan generasi yang akan datang, mereka akan tertarik untuk meneruskan dan mewujudkannya visi-visi semacam ini. Tetapi sebaliknya bila yang kita hadirkan adalah perseteruan-perseteruan yang tidak berkualitas, saya khawatir itu akan mendegradasi intelektualitas generasi mendatang.
Menaklukkan angkasa juga tidak harus diartikan kita rame-rame pindah dan tinggal membangun koloni baru diluar bumi. Tetapi penguasaan angkasa (langit) itu bisa sangat dekat dengan kita. dan bahkan kini pun kita sudah bisa "memperdagangkan/membisniskan angkasa itu". Dalam aplikasi yang sederhana misalnya, angkasa atau langit kita yang terancam keberlangsungannya karena perubahan iklim, kita sudah bisa memperdagangkan karbon yang berhasil diserap oleh hutan dan tanaman-tanaman bambu kita.
Ketika iklim semakin tidak bersahabat untuk menunjang produksi pangan dari pertanian kita, kini kita sudah mulai menyiapkan startup khusus dibidang climate control atau pengendalian cuaca mikro agar kita tetap bisa bercocok tanam apapun, dimana pun dan kapan pun.
Tentu masih sangat luas lagi peluang yang ada di langit tersebut yang perlu kita dalami dan eksplorasi, karena diluar dari 2 ayat tersebut bahkan Allah mengisyaratkan rezeki kita itu ada di langit "Dan dilangit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu" (QS Az Zariyat: 22).
Memang para ulama dahulu mengartikan ayat rezeki kita itu di langit adalah tentang keputusan-Nya atau sebab-sebab-Nya yaitu rezeki kita yang dicatat di Lauh Mahfudz 5000 tahun sebelum kejadian kita dan dijelaskan kepada para malaikat untuk setahun mendatang di setiap malam Lailatul Qadr (QS 44: 4), namun karena setiap kata di Al Qur'an juga menyimpan segudang ilmu yang tidak terbatas, maka tafsir kekinian bahwa rezeki kita itu sangat bisa jadi memang ada di langit juga menjadi salah satu kemungkinannya.
Contoh sederhananya begini, kalau saya bertani padi saya sangat tergantung pada hujan yang turun, bukankah hujan juga diturunkan dari langit. Artinya kalau kita bisa mengelola hujan dengan bertanggung jawab, kita juga bisa mengelola rezeki itu dengan lebih baik.
Makhluk kecil dengan usia pendek yang bernama manusia ini memang diberi otoritas yang sangat luas oleh Allah bukan hanya di bumi tetapi juga di langit yang telah ditundukkan-Nya untuk kita tersebut diatas. Tetapi bersamaan dengan pemberian otoritas tersebut, juga melekat tanggungjawab dan akuntabilitas yang tidak kalah beratnya.
Itulah sebabnya kita dipacu untuk terus berfikir. Wallahu A'lam.