Negeri kaya yang doyan pesta dan tidak bisa ber-bisnis. |
Tahun lalu impor bahan pangan dari empat komoditi utama kita saja mencapai 11.7 juta ton dengan total nilai sekitar US$ 4.9 Milyar. Terbesarnya adalah gandum (6.3 juta ton, US$ 2,3 milyar) diikuti kedelai (1,9 juta ton, US$ 1.2 milyar), jagung (1.7 juta ton, US$ 0.5 milyar) dan beras (1.8 juta ton, US$ 0.9 milyar).
Pertanyaannya adalah pantaskah negeri yang paling kaya potensi sumber daya alam ini terus mengimpor bahan pangannya ? Apa saja yang telah kita lakukan dalam 72 tahun merdeka?
Bangsa ini ibarat sebuah keluarga besar yang gemar berpesta. Dari waktu – ke waktu kita berpesta sehingga seolah tiada hari tanpa pesta ini – silahkan baca di media. Beritanya adalah pilkada ini, pilkada itu – persiapan pemilu ini dan itu, heboh partai ini dan itu – begitu seterusnya yang semuanya berujung pada urusan pesta (demokrasi !).
Karena semuanya sedang menikmati kemeriahan pesta – sampai-sampai lupa bahwa dalam urusan pesta-pun harus ada yang menyiapkan makanannya, agar semua tamu mendapatkan jatah makanannya secara cukup.
Lalu bagaimana dengan kekurangan makanan untuk rakyat ini?, Adakah pelayan-pelayan rakyat (disini namanya pemerintah) yang memikirkannya? ataukah memang sudah tidak ada yang mau memikirkannya lagi walaupun tanah yang luas, subur dan kaya ada di depan kita semua?
Salah satu tantangan terbesar kita adalah bagaimana me-restorasi generasi yang telah dirusak oleh peradaban sebelumnya. Peradaban sebelumnya ini dicirikan oleh banyaknya ilmu sedikitnya amal, sumber daya melimpah tetapi mayoritas penduduk negeri justru miskin, konsentrasi kemakmuran ke segelintir orang, pemimpin a la demokrasi yang lalai memperhatikan kepentingan rakyat serta krisis pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan, air dan energi.
Saatnya kita berubah, membangun kemandirian pertanian, peternakan, energi dan teknologi dalam membangun (kembali) kemakmuran umat yang memiliki tanah yang subur ini. InsyaAllah kitalah yang menjadi pelaku perubahan tersebut. Aamiin YRA.